Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa pihaknya terpaksa harus membatalkan misi untuk mengirimkan bantuan medis ke Gaza utara pada hari Minggu (7/1/2024), hal ini lantaran WHO gagal menerima jaminan keamanan.
Terhitung sejak 26 Desember 2023, ini menjadi kali keempat WHO membatalkan misi untuk membawa bantuan medis yang sangat dibutuhkan pasien di Rumah Sakit Al-Awda dan gerai-gerai obat di Gaza Utara.
“Sekarang sudah 12 hari sejak kami terakhir kali mencapai Gaza utara,” pernyataan resmi kantor WHO di wilayah pendudukan Palestina melalui platform media sosial X.
“Pengeboman besar-besaran, pembatasan gerakan dan gangguan komunikasi membuat hampir mustahil mengirimkan pasokan medis secara rutin dan aman di Gaza, terutama ke bagian utara,” tambah lembaga PBB itu.
WHO merencanakan pengiriman bantuan medis pada hari Minggu yang dirancang untuk menopang operasional lima rumah sakit di bagian utara wilayah Gaza tersebut. Juru bicara pemerintah Israel Eylon Levy mengatakan Ia tidak memiliki informasi mengenai pernyataan WHO dan merujuk pertanyaan tersebut ke Angkatan Bersenjata Israel (IDF).
Terkait hal ini, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan bahwa ia terkejut dengan skala kebutuhan medis dan kehancuran di Gaza utara.
“Penundaan lebih lanjut akan menambah kematian dan penderitaan untuk terlalu banyak orang,” tulisnya di media sosial X.
Dalam komentar terpisah, lembaga bantuan Komite Penyelamatan Internasional (IRC) menyatakan bahwa pasukan medis daruratnya dan badan amal Bantuan Medis untuk Palestina terpaksa harus mundur dan menahan aktivitas di Rumah Sakit Al-Aqsa di Gaza tengah karena meningkatnya aktivitas militer Israel di wilayah tersebut.
Dr. Mohamed Obied, Konsultan Ortopedi di Rumah Sakit Al-Awda, menjelaskan situasi yang dihadapi oleh pasien yang diamputasi di wilayah Gaza. Hal ini termasuk tertundanya akses terhadap layanan medis, kurangnya tenaga medis khusus, dan kebutuhan akan rehabilitasi serta dukungan kesehatan mental.
“Fasilitas kesehatan tidak memiliki obat-obatan atau peralatan khusus yang dibutuhkan oleh pekerja kesehatan yang mengalami cedera ini”.
“Orang terluka sering kali baru dapat menghubungi dokter beberapa hari atau minggu setelah mereka terluka, terkadang dengan infeksi parah, sehingga mengurangi kemungkinan untuk menyelamatkan anggota tubuh mereka” ucap Dokter Obied, dilansir dari wion.
Situasi yang terjadi di Gaza saat ini membuat hampir mustahil bagi petugas kesehatan untuk memberikan perawatan yang memadai bagi korban dengan keadaan rentan, sehingga semakin memperburuk penderitaan mereka.
Israel menggelar operasi militer untuk membalas serangan mendadak dari Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu. Serangan yang dilontarkan Israel memaksa sebagian besar dari 2,3 juta populasi Gaza mengungsi, membuat banyak orang menjadi tuna wisma dan menghancurkan infrastruktur warga sipil serta menyebabkan kekurangan makanan, air dan obat-obatan.
Sementara itu, B’Tselem, Pusat Informasi Hak Asasi Manusia Israel di Wilayah Pendudukan, mengatakan bahwa kelaparan yang menimpa masyarakat di Gaza bukan merupakan produk sampingan dari perang namun merupakan akibat langsung dari kebijakan yang diumumkan Israel.
“Gambaran anak-anak yang mengemis makanan, orang-orang yang mengantri panjang untuk mendapatkan bantuan, dan warga yang kelaparan mencari truk bantuan sudah tidak bisa dibayangkan.” pernyataan resmi dari B’Tselem dikutip dari Tribun News.
Situasi ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan gencatan senjata dan akses kemanusiaan yang berkelanjutan untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan penduduk yang terkena dampak.