Benjamin Netanyahu menjadi sasaran kritik Presiden AS Joe Biden dalam wawancara dengan majalah Time yang dirilis pada Selasa (4/6/2024) waktu setempat.
Menurut Biden, ada banyak bukti yang menyimpulkan bahwa perdana menteri Israel memperluas konflik Gaza demi menyelamatkan dirinya secara politik.
Menurut Biden, ada “ketidaksepakatan besar” antara Netanyahu dan dia mengenai nasib Gaza pasca-konflik.
Dia mengklaim bahwa Israel telah melakukan perilaku yang “tidak pantas” selama konflik di Gaza, yang dimulai pada 7 Oktober akibat serangan Hamas.
Pemimpin berusia 81 tahun itu ditanyai selama wawancara, apakah menurutnya Israel melanjutkan konflik untuk melindungi kepentingan politiknya.
“Ada banyak alasan bagi orang-orang untuk menarik kesimpulan itu,” jawab Biden, dikutip dari Detiknews, Rabu (5/6/2024).
Biden mengakui bahwa Ia dan Netanyahu, yang sedang berselisih mengenai perlunya pembentukan negara Palestina, sangat berbeda pendapat dalam hal ini, melihat jumlah korban tewas di Gaza masih terus bertambah.
“Ketidaksepakatan terbesar saya dengan Netanyahu adalah, apa yang terjadi setelah… Gaza berakhir? Apa, kembali ke apa? Apakah pasukan Israel masuk kembali?” ucap Biden.
“Jawabannya, kalau begitu, tidak bisa,” tambah Biden.
Sebelumnya pada hari Jumat, Biden menyampaikan apa yang dia gambarkan sebagai proposal Israel, yang mencakup tiga tahap: mengakhiri permusuhan di Gaza, membebaskan semua tahanan, dan membangun kembali wilayah Palestina tanpa diambil kendali oleh Hamas.
Namun hubungan AS-Israel memburuk ketika kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa Israel akan melanjutkan perang di Gaza sampai semua “tujuannya tercapai,” termasuk menghilangkan kapasitas politik dan militer Hamas.
Cakupan pernyataan tentang gencatan senjata oleh Biden dipertanyakan oleh media Israel, seperti durasi gencatan senjata dan jumlah serta waktu pembebasan tahanan, telah direncanakan dan dikoordinasikan oleh pemerintahan Netanyahu.
Penulis: Muhammad Firdaus