Akhir-akhir ini kasus perundungan mencuat ke publik usai sekelompok siswa di SMA Binus School Serpong melakukan aksi pembullyan kepada salah satu siswa yang menyebabkan korban mengalami trauma.
Data dari UNICEF di tahun 2015 menunjukkan, 50 persen siswa pernah mengalami perundungan di sekolah.
Perlu diketahui, akibat yang ditimbulkan dari perundungan adalah mengalami penderitaan, depresi yang berkepanjangan dan parahnya adalah bunuh diri.
Tak dapat dipungkiri bahwa orang tua punya peran penting dalam mencegah perilaku perundungan.
Psikolog klinis Annisa Mega Radyani, M. Psi., menekankan peran penting orang tua dalam mendidik anak guna mencegah sifat perundung timbul dalam diri anaknya.
“Artinya dari orang tua atau keluarga penting sekali mendidik anak sejak dini untuk memahami apa sih bullying (perundungan) itu? Apa sih bedanya bullying dan bercanda? Perilaku apa aja sih yang udah disebut sebagai bullying?,” ucap Annisa Mega Radyani.
Menurut psikolog lulusan Universitas Indonesia itu, perundungan didorong oleh perasaan lebih hebat dari orang lain.
Ia juga mengatakan bahwa peran orang tua sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri kepada anak tanpa merendahkan orang lain.
Contohnya menumbuhkan pemikiran bahwa seseorang bisa menjadi kuat justru dengan melindungi orang lain.
Di sisi lain, Annisa juga mendorong guru untuk lebih memperhatikan situasi-situasi di sekolah yang mengindikasikan terdapat tindakan perundungan terhadap murid tertentu.
Annisa menilai lingkungan sekolah sangat memengaruhi perkembangan mental anak karena pada usia sekolah, anak-anak akan sering berinteraksi dengan lingkungan sekolah baik dengan guru maupun teman-teman sebayanya.
Sekolah juga bisa berperan dalam mengajak murid-muridnya untuk menumbuhkan rasa percaya diri melalui pencapaian prestasi di berbagai bidang.
Selain itu, murid juga bisa diajarkan mengenai membangun relasi yang positif antar sesama murid contohnya dengan mengajarkan manfaat bekerja sama.
Annisa mengatakan, perundungan juga disebabkan oleh usia anak yang dinilai belum mampu memproses emosi dengan baik.
Oleh karena itu, bimbingan orang tua diperlukan untuk mengajarkan anak mengolah atau mengekspresikan emosinya dengan cara yang sehat dan tidak merugikan orang lain.
Menurutnya, orang tua kerap mendidik anak untuk menekan emosinya, misalnya saat merasa marah. Faktanya, kemarahan dan emosi lainnya adalah hal yang normal pada manusia.
“Rasa marah atau emosi-emosi yang lain itu sebenarnya hal yang normal untuk dimiliki, namun penting untuk bisa dikelola dengan baik dan sehat,” ujarnya.
Selain itu, orang tua juga didorong untuk mengajarkan konsekuensi dari setiap perbuatan yang dilakukan oleh anaknya.
Menurutnya, orang tua juga perlu tegas dalam menyampaikan kepada anak hal mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
“Kalau memang anak melakukan kesalahan, kita tetap konsisten menyampaikan bahwa itu tidak boleh lagi dilakukan,” katanya.
Selain mendidik anak, kehadiran orang tua sebagai role model juga sangat penting dalam membentuk mental anak untuk mencegah perilaku bullying.
Orang tua hendaknya memberikan teladan keterbukaan terhadap perbedaan agar anak tidak merasa terancam dengan kehadiran orang lain dan tidak perlu membuktikan bahwa dirinya lebih unggul dengan menindas orang lain.