Penyakit darah tinggi identik sebagai salah satu penyakit yang dialami oleh lansia. Namun, sekarang semakin kesini sudah tak berlaku lagi, kok bisa ya?
Gak heran di zaman yang serba instan, modern, dan cepat seperti sekarang makin banyak anak muda yang mengalami darah tinggi.
Hal ini dipaparkan langsung oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr Erni Juwita Nelwan, Sp.PD, faktor utama pemicunya adalah akibat gaya hidup yang tidak sehat dan dibiarkan menjadi kebiasaan yang berkepanjangan.
“Banyak usia muda yang tensinya tinggi (darah tinggi), salah satu penyebabnya adalah gaya hidup yang menyebabkan terganggunya kontrol metabolik di dalam tubuh,” ujar dr. Erni, Sp.PD.
Nah terus gaya hidup seperti apa sih yang dimaksud begitu berisiko dan bisa bikin darah tinggi? Jawabannya adalah mager atau tidak aktif bergerak secara fisik.
Kebiasaan ini semakin diperburuk dengan kemajuan pelayanan pengiriman barang, sistem transportasi, dan makanan dan kecanggihan ponsel pintar. Akhirnya, semua kebutuhan bisa terpenuhi tanpa perlu gerak, hanya tinggal menjentikkan jari aja.
“Jaman dulu kan enggak, kita harus jalan dulu sampai ke titik tertentu untuk bisa naik kendaraan umum. Sekarang cuma jalan sedikit ke depan rumah, kendaraannya yang menghampiri kita,” sambungnya.
Gak cuma itu, kondisi ini diperparah dengan situasi pandemi Covid 19 yang membuat banyak titik atau tempat lokasi olahraga menjadi tutup. Kemudian, masalah gaya hidup lainnya yang banyak dilakukan anak muda, hingga rentan mengalami darah tinggi yakni makan sembarangan.
“Makanan memengaruhi, banyak makan enak, tapi lupa sayur dan buah. Nah ini bisa meningkatkan risiko darah tinggi. Kebiasaan ini semua, terjadi perubahan kontrol metabolik di dalam darah pada anak muda. Makanya, anak anak muda zaman sekarang sudah ada yang kena darah tinggi,” pungkas dr. Erni
Senada dengan dr. Erni, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Erwinanto menyebut, kini penderita hipertensi memiliki usia yang jauh lebih muda.
Pada kegiatan May Measurement Month di 2017 dan 2018 oleh Indonesian Society Hypertension (InaSH), ditemukan rata-rata penderita hipertensi berusia 40 tahun.
“Ini ada sekitar 34-35 persen. Itu menunjukkan bahwa ada perubahan, dari dulunya (hipertensi) penyakit orang tua dan kini turun ke yang lebih muda karena lingkungan, kebiasaan, sikap hidup,” kata Erwin.
Erwin menduga, peningkatan jumlah kasus dan usia penderita yang semakin muda disebabkan oleh faktor risiko yang turut meningkat.
Faktor risiko ini biasanya menjadi gaya hidup kalangan muda masa kini. Padahal, hipertensi dapat dicegah dengan intervensi gaya hidup.
“Perubahan gaya hidup itu tidak hanya dengan makanan. Kurangi juga konsumsi alkohol. Kalau berat badan berlebih, dikurangi hingga mencapai indeks massa tubuh (BMI) 23,” jelas Erwin.
Nah, dokter Erwin juga menyarankan masyarakat dari segala usia untuk olahraga teratur, setidaknya 30 menit dalam sehari.
Gak cuma usia penderita yang semakin muda, jumlah orang dengan hipertensi juga dilihat semakin meningkat. Padahal, hipertensi jadi salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular dan beberapa kondisi kronis lainnya.
Rully menduga, meningkatnya pengidap hipertensi disebabkan salah satunya oleh faktor tingkat pendidikan dan minimnya informasi mengenai hipertensi yang menyasar masyarakat.
Rully mengatakan, sebaran informasi lewat brosur, unggahan di media sosial atau sosialisasi kurang bisa ditangkap dengan baik.
“Cuek itu juga. Orang tahu (penyebab hipertensi misalnya) makan tinggi garam, itu tahu, tapi cuek aja. Sebenarnya itu yang paling bahaya,” imbuhnya.