Kerusuhan dan penjarahan terjadi di ibu kota negara Papua Nugini, Port Moresby pada Rabu (10/1/2024). Tercatat 15 orang dinyatakan tewas dalam situasi mencekam tersebut.
Kerusuhan ini timbul bukan tanpa alasan, pemotongan gaji PNS sebesar 50 persen memicu amarah sekelompok tentara, petugas polisi, dan penjaga tahanan yang menggelar aksi di depan gedung parlemen atas pemotongan gaji mereka secara sepihak.
Akibatnya pemerintah Papua Nugini mengeluarkan status darurat pada Kamis (11/1/2024) dan berlaku selama 14 hari kedepan.
“Hari ini kami menyerukan keadaan darurat selama 14 hari di ibu kota negara kami,” ucap Perdana Menteri Papua Nugini James Marape dalam pengumumannya, dilansir dari AFP, Kamis.
Marape pun mengumumkan bahwa lebih dari 1.000 tentara yang masih loyal siap untuk turun tangan jika kondisi semakin berbahaya. Pengerahan militer tersebut didasarkan pada keputusan penerapan keadaan darurat.
’’Lebih dari seribu tentara disiagakan untuk mengatasi segala situasi yang mungkin timbul di masa depan, ujar James Marape.
Menanggapi protes tersebut, Marape mengatakan pemotongan gaji tersebut disebabkan oleh kesalahan sistem pada komputer. Pengurangan gaji PNS mencapai lebih dari 100 dolar (Rp 1,6 juta) per orang.
Marape meyakinkan, kesalahan administrasi akan diperbaiki pada pembayaran gaji bulan depan.
Marape juga menyebut ada 4 kepala departemen yang terlibat dalam masalah pemotongan gaji itu. Pertama Komisioner Kepolisian, Kepala Personalia, Kepala Keuangan, dan terakhir Kepala Perbendaharaan. Keempat kepala departemen itu telah dinonaktifkan selama 14 hari.
Namun respons dari pemerintah ini masih tidak dapat diterima oleh banyak pengunjuk rasa. Beberapa dari mereka memaksa masuk ke gedung parlemen. Mereka berpendapat pemerintah telah menaikkan pajak penghasilan.
Sementara itu, kompleks kantor PM Papua Nugini, James Marape tak luput dari serangan massa. Mereka berhasil menghancurkan rantai pada gerbang keamanan dan membakar sebuah mobil berwarna putih milik kepolisian yang berada di area tersebut.
Tak sampai disitu, warga di luar kota Port Moresby datang dan menjarah. Mereka juga membakar toko-toko. Dalam beberapa jam, kerusuhan menyebar ke kota Lae, sekitar 300 kilometer sebelah utara ibu kota.
Warga sipil yang turut serta dalam aksi ini diyakini terprovokasi oleh tingginya angka pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, dan meroketnya harga barang.
Komisaris Polisi Papua Nugini David Manning, dalam keterangannya, Kamis (11/1/2024) waktu setempat, melaporkan 15 orang tewas. Jumlah korban tewas tersebut merupakan total korban kerusuhan di Port Moresby dan Kota Lae.
Sementara itu, rumah sakit terbesar di Port Moresby melaporkan 25 orang menderita luka tembak. Pihak rumah sakit juga mengonfirmasi enam orang lainnya terluka akibat serangan menggunakan pisau.
Perdana Menteri (PM) Papua Nugini James Marape menjanjikan tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran hukum yang terjadi seiring kerusuhan melanda negaranya. Marape menekankan bahwa pelanggar hukum tidak akan ditoleransi.
Dalam keterangannya, Marape menanggapi situasi terkini di negaranya, dan meminta maaf kepada rakyatnya. Ia juga menegaskan peningkatan anarki tidak akan ditoleransi.
“Saya ingin berbicara hari ini, berbicara kepada masyarakat, dan berbicara kepada negara. Ini adalah negara Anda dan juga negara saya. Melanggar hukum tidak akan mencapai hasil tertentu,” tegas Marape saat berbicara dalam konferensi pers, seperti dilansir AFP, Kamis.