Seorang calon legislatif (caleg) dari Partai Amanat Nasional (PAN) di Bondowoso, yakni Erfin Dewi Sudanto menjadi perbincangan publik lantaran nekat menjual ginjalnya untuk biaya kampanye pada pemilu 2024.
Erfin maju sebagai caleg di Dapil I Bondowoso dan mendapat nomor urut 9.
“Langkah ini terpaksa saya lakukan. Sebab, saya melihat kondisi demokrasi di Indonesia saat ini memprihatinkan,” ucap Erfin mengutip dari detik.com, Selasa (16/1/2024)
Erfin menjual ginjalnya dengan cara door to door atau menawarkan kepada warga yang ia temui. Aplikasi pesan singkat juga ia gunakan untuk menawarkan ginjalnya kepada kolega-koleganya.
Erfin mengaku sudah mencari tahu biaya yang dibutuhkan agar bisa mengamankan satu kursi di DPRD Bondowoso. Dia mengakui mendapatkan informasi dari anggota dewan yang mendapat kursi di Pemilu 2019 lalu.
Minimal, kata Erfin, seorang caleg perlu memiliki uang sebesar Rp300 juta untuk kepentingan kampanye.
“Saya sudah tanya kanan kiri ke caleg lainnya. Untuk caleg pertama, minimal katanya segitu (Rp300 juta). Maka, saya harus nyiapkan segitu,” kata dia.
Dana itu mencakup pembuatan alat peraga kampanye berupa spanduk, baliho, poster dan sejenisnya hingga penggalangan suara.
Terkait hal ini, DPW PAN Jawa Timur buka suara soal niatan salah satu kadernya yang ingin menjual ginjal demi membantu biaya kampanye tersebut.
Ketua DPW PAN Jatim Ahmad Riski Sadig mengatakan pihaknya akan memanggil caleg tersebut untuk diklarifikasi. Soal bantuan dari PAN Jatim, Sadig ingin tahu terlebih dahulu motif dari caleg tersebut.
“Ya, semua caleg PAN dibantu partai dari hasil tabungan dewan-dewan se-Indonesia. Tapi tentu namanya bantuan tidak akan cukup,” kata Sadig dikutip dari Detik Jatim, Rabu (17/1/2024).
Sadig menegaskan akan mengklarifikasi terlebih dahulu sebelum partai memutuskan akan membantu atau tidak. Sebab, menjual organ merupakan tindakan yang tidak tepat.
“Kami klarifikasi ke yang bersangkutan dulu, karena tentu tindakan menjual organ kurang tepat bahkan bisa jadi masalah hukum,” ujarnya.
Sang caleg beranggapan bahwa, warga hanya akan memilih caleg yang memberikan uang. Atas dasar itu ia butuh uang bukan hanya untuk pemasangan spanduk, tetapi juga dibagikan kepada warga.
“Konstituen itu sekarang sudah pintar-pintar. Kalau hanya janji, tapi tak ada uangnya tak akan dipilih. Saya sudah turun ke masyarakat. Minimal butuh lima puluh ribu untuk dapat satu suara,” kata Erfin yang juga mantan kepala desa.
Erfin mengaku sudah ada 3 orang calon pembeli yang menghubunginya. Namun, semuanya ditolak karena tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan Erfin.
“Ada kriterianya, seperti rutin menyumbangkan hartanya kepada anak yatim, kaum duafa, dan janda tua. Juga ada lagi persyaratan lainnya,” kata pria dengan empat anak tersebut.
Dari sisi medis, penjualan ginjal akan berpengaruh pada kesehatan. Sementara, dari sisi hukum, praktik penjualan organ tubuh merupakan tindakan melawan hukum di Indonesia.
Untuk itu, apabila Erfin sampai melakukan jual beli ginjal, maka ada ancaman pidana yang harus dihadapinya.
Dokter spesialis urologi RS Bhayangkara Bondowoso, AKBP dr Heri Budiono, menjelaskan, setiap manusia yang sudah mengangkat ginjalnya harus waspada dalam menjalani hidup. Ini karena kesehatannya akan terganggu.
Karena itu, orang yang hanya punya satu ginjal harus ekstra menjaga kesehatannya. “Harus benar-benar sangat menjaga gaya hidup supaya satu-satunya ginjal tersisa itu bisa tetap dalam kondisi sehat,” ujar AKBP dr Heri Budiono.
Tertuang dalam Pasal 124 ayat 3 yang berbunyi setiap orang yang memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan alasan apapun bisa dipidana lebih berat. Orang yang memperjualbelikan organ tubuhnya akan dipidana dengan hukuman penjara paling lama 7 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.