Akademisi Ramai-Ramai Kritik Presiden, Begini Tanggapan Jokowi

Belakangan ini, sejumlah civitas academica dari berbagai kampus di Indonesia menyampaikan kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo serta menuntut pemilihan umum (Pemilu) 2024 dilaksanakan secara jujur dan adil.

Hingga Minggu (4/2/2024) tercatat sudah 7 kampus yang mengkritik Jokowi. Mereka adalah Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas, Padjadjaran (Unpad), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Universitas Mulawarman Samarinda.

Petisi diawali oleh beberapa guru besar dan akademisi di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 31 Januari lalu. Dalam petisinya, mereka menyesalkan dugaan penyimpangan yang dilakukan Presiden Joko Widodo sebagai alumni kampus tersebut.

Petisi Bulaksumur dibacakan Guru Besar UGM, Koentjoro dan didampingi para guru besar lain seperti Budi Santoso Wignyosukarto, Wiendu Nuryanti, serta Wahyudi Kumorotomo.

“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” demikian bunyi salah satu petisi.

Kemudian, petisi juga dikeluarkan Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Lewat pernyataan sikap ‘Indonesia Darurat Kenegarawan’ ini, UII secara garis besar menyoroti perkembangan politik nasional yang dianggap makin mempertontonkan penyalahgunaan kewenangan tanpa malu-malu.

“Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023,” bunyi pernyataan sikap itu.

Presiden Joko Widodo pun angkat bicara terkait dengan langkah akademisi dan guru besar sejumlah universitas yang turun gunung menyampaikan pernyataan sikap dan kritik terhadap demokrasi di Tanah Air yang menjadi sinyal bahwa kondisi negara memang tidak sedang baik-baik saja.

Orang nomor satu di Indonesia itu menyebut bahwa setiap kritik dan sikap yang disampaikan merupakan hak demokrasi yang harus dihargai.

“Itu hak demokrasi yang harus kita hargai,” kata Jokowi dikutip melalui Youtube Sekretariat Presiden.

Sebelumnya, Joko Widodo juga mempersilahkan bagi setiap masyarakat hingga institusi pendidikan untuk mengkritik pemerintah.

Presiden ketujuh itu menilai bahwa penyampaian kritik merupakan hak dari setiap warga negara.

Pihak Istana juga menanggapi sikap akademisi kampus di Indonesia yang beramai-ramai membuat petisi mengkritisi Presiden Joko Widodo.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyebut kritik dari akademisi kampus itu sebagai kebebasan berbicara dan merupakan hak demokrasi warga negara.

Ari menegaskan di negara demokrasi seperti Indonesia kebebasan berpendapat atau mengeluarkan petisi hingga seruan sangat wajar dan harus dihormati.

“Apalagi kita bicara kritik. Kritik bisa diibaratkan sebagai vitamin untuk memperbaiki kualitas demokrasi. Dan sisi kita menghargai perbedaan pendapat. Perbedaan perspektif itu wajar dalam demokrasi. Demokrasi juga ditandai perbedaan pendapat,” kata Ari Dwipayana di Kompleks Kemensetneg, Jakarta.

Ari kemudian menyinggung pertarungan opini yang muncul jelang pemilu, serta strategi politik partisan.

“Kita cermati di tahun politik, jelang pemilu pasti munculkan sebuah pertarungan opini, penggiringan opini. Pertarungan opini dalam kontestasi politik adalah sesuatu yang juga wajar aja. Apalagi kaitannya dengan strategi politik partisan untuk politik elektoral,” kata Ari.

Di sisi lain, Ari tetap mengingatkan ketika membangun pertarungan opini harus berada pada koridor perdebatan yang sehat.

Total
0
Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts